Sabtu, 26 Mei 2012

(oneshoot) - satu hari :'(





Cast : Park Jungso SUPER JUNIOR
Kim Taeyeon SNSD
Genre : Romance, Sad


if there is a general story line, characters, places, and others who may not be intentional or pure fiction.

not bashing because it's a beautiful peace ..
Nor is plagiarism because it's a sin!


leeteuk berjalan gontai menuju mobilnya. Pemakaman baru saja usai namun, suasana hatinya  masih dikabuti kesedihan. Kekasihnya sekaligus calon istrinya pergi menuju tempat asalnya. “Tuan Park ,” suara lirih seorang yeoja paruh baya menghentikan langkahnya.


“Nona Taeyeon menitipkan ini kepadaku sebelum ia meninggal,” ucapnya sambil menyerahkan sebuah kotak berwarna biru saphire kepada pria tersebut.


Ia masih memandangi kotak tersebut sebelum akhirnya mengambilnya dari tangan si yeoja paruh baya. “Apa isinya, Bibi Jung?” suara nya serak karena habis menangis .


“Saya tidak tahu, Nona Taeyeon tidak mengatakan apa-apa selain aku harus memberikan kotak ini padamu setelah pemakamannya,” jawab yeoja yang dipanggil Bibi Jung olehnya.


Namja itu tidak menyahut lagi, ia sibuk mengira-ngira isi kotak tersebut sementara Bibi Jung perlahan berjalan meninggalkannya. Angin semilir menyerbak meniupkan serbuk-serbuk bunga pemakaman ke arahnya, membuatnya tersadar dari lamunannya.


Ia kembali berbalik dan berjalan menuju mobilnya. “Kenapa kau pergi seperti ini Taeyeon­-a?” bisiknya saat memasuki mobil dan melihat bangku disampingnya akan selamanya kosong. Ia menaruh kotak yang diberikan Bibi Jung disana kemudian menyalakan mobilnya dan berjalan menuju tempat Favorite Taeyeon.




                                                                                -ooOOoo-


“Bagaimana aku bisa mengatasi canduku padamu padahal kau tak mampu lagi kulihat?”


Pertanyaan yang sama berulang kali terlontar dari mulut namja itu sejak berbagai alat di tubuh kekasihnya dicopot satu persatu kemarin siang. Ia mengadahkan kepalanya menatap langit, berusaha memalingkan bayangan kekasihnya namun awan-awan disana malah melakukan hal licik dengan membentuk wajah Taeyeon.


Ia berdecak lalu menunduk. Dari dulu ia selalu benci jika merindukan kekasihnya itu tapi kenapa Tuhan malah membuatnya hidup tanpa yeoja itu. “Tuhan sangat menyayangi Nona Taeyeon, Tuan,” suara Bibi Jung kemarin tiba-tiba terngiang di kepalanya.


Tuhan memang menyayanginya tapi, tidak bisakah ia melihat kalau aku lebih membutuhkannya?


Namja itu membatin dihatinya. Berkali-kali ia mengacak-ngacak rambutnya agar terbangun dari mimpi buruk ini namun berkali-kali juga ia menyatakan kalau ini adalah sebuah kenyataan. Ia menggigit bibirnya, menahan airmatanya jatuh lagi.


“Kumohon jangan menangis lagi,” kali ini nasihat Taeyeon jika melihatnya menangis terngiang dikepalanya, begitu lembut mengalun ditelinganya. Namun sayang, bulir bening itu terlanjur jatuh lagi dan membasahi pipinya. Biasanya, saat seperti ini ada Taeyeon yang membantunya mengusap airmatanya lalu memeluknya erat.


Tangis namja itu semakin keras kala mengingat hal itu. Suaranya bahkan kian tercekat dan nafasnya mulai sesak. Bulir-bulir airmatanya mulai membasahi hampir seluruh wajahnya. Ia mendongak, kemudian mengusap wajahnya. “Taeng, bahagiakah kau melihatku seperti ini?”


Hening. Hanya semilir angin yang menerpa wajah basahnya.


“Park Jungso,” suara yeoja kecil memanggil namanya membuat seorang bocah kecil yang sedang membaca buku menoleh. “Kenapa?” tanyanya dengan suara nyaringnya.


“Jangan membaca buku terus, temani aku bermain,” rengeknya manja. Bocah bernama Leeteuk itu menggeleng kuat. “Aku tidak mau bermain permainan anak perempuan,” sungutnya membuat yeja kecil dihadapannya menunduk. Ia ingin menangis mendengar jawaban temannya itu.


“Leeteuk oppa jahat, aku tidak mau bermain lagi denganmu!” bentak yeoja itu kemudian berlari meninggalkan leeteuk yang hanya tertegun menatap kepergiannya. “Dia kenapa?” gumamnya keheranan kemudian kembali menatap bukunya.


Namja yang bernama leeteuk itu berjalan menuju pohon oak yang tumbuh kokoh disana sejak ia masih kecil. Sebuah kenangan saat mereka kecil membuat bibirnya tersenyum simpul. “Dasar yeoja manja,” gumamnya.


Diperhatikannya batang pohon oak yang penuh dengan tulisan-tulisan tangan mereka berdua. Kenangannya kembali menerawang.


“oppa, kau mau menuliskan harapanmu untuk masa depan?” tanya Taeyeon kecil pada bocah disampingnya.


“Memangnya perlu?” tanyanya acuh.

Taeyeon mengangguk lucu sambil menggeser duduknya ke hadapan Leeteuk. “Aku tidak punya harapan,” ucapnya lagi masih acuh. Taeyeon tidak kehabisan akal, dia terus merengek kepada leeteuk agar bocah itu segera menuliskan permohonannya.

“Menikah?” Taeyeon memiringkan kepalanya ke kanan dan ke kiri sambil memikirkan harapan Leeteuk. Ia menoleh dan menatap Leeteuk berharap bocah itu mau menjelaskan artinya. “Kau tidak tahu menikah?” tanya Leeteuk setelah dipandangi Taeyeon dengan tatapan bingung, yeoja kecil itu menggeleng.

“Memangnya sepenting itukah?” tanya Taeyeon polos membuat Leeteuk berdecak. “Ibuku bilang menikah itu seperti garpu dan sendok yang selalu saling membantu saat kita makan,” jawab Leeteuk sambil mengingat apa yang ibunya pernah katakan soal pernikahan.

Kepala Taeyeon mengangguk. “Berarti pernikahan itu seperti makanan?” tanya Taeyeon lagi membuat Leeteuk mengerutkan keningnya, berpikir keras. “Sepertinya iya,” ucap Leeteuk ragu.

“Lalu kau akan menikah dengan siapa?” Taeyeon masih bertanya penuh antusias kepada Leeteuk yang sebenarnya sudah malas untuk menjawab berbagai pertanyaan Taeyeon. Bahunya terangkat.

“Mungkin denganmu,” jawabnya asal lalu melanjutkan kembali kegiatannya bermain mobil-mobilan. Taeyeon tercengang, telunjuk kanannya menyentuh bibirnya yang mengerucut lucu. “Kenapa harus denganku?” tanya Taeyeon pada dirinya sendiri. Ia menatap tulisan Leeteuk di batang pohon oak itu lagi.

“Apa aku juga harus menikah denganmu?” tanya Taeyeon sambil menoleh lagi ke arah Leeteuk. Bocah kecil itu mendongakkan kepalanya lalu mengangguk cepat, itulah caranya agar Taeyeon diam dan tidak bertanya banyak lagi.

Namun ia sepertinya tidak akan mengira kalau Taeyeon akan begitu mempercayai ucapan Leeteuk barusan.

Telunjuk besar milik namja itu menari-nari di batang pohon oak mengikuti tulisan-tulisan kecil yang dulu ia buat hanya untuk menyenangkan yeojanya. Harapan-harapan konyol yang selalu ditulis setiap tahun oleh mereka hampir memudar disana namun ia masih mengingat betul semua harapan itu.

Jari telunjuknya kemudian berhenti disalah satu tulisan yang dibuatnya saat ulangtahun Taeyeon ke-15.

“Saengil Cukkhaehamnida!”
Leeteuk menyodorkan kue tart cokelat kehadapan Taeyeon dengan hiasan lilin yang bersinar diatasnya. Taeyeon terperangah, ia tidak menyangka seorang Park Jungso akan memberikannya kejutan dibawah pohon oak kesayangan mereka.
“Gomawo,” ucap Taeyeon dengan wajah memerah menahan rasa senangnya. Setelah mengucapkan harapannya ia meniup lilin diatas kuenya. Leeteuk menatapnya senang.
“Tuliskan harapanmu untuk ulangtahunku ini,” pinta Taeyeon manja seperti biasanya. Leeteuk menggeleng, “Kemarin aku sudah membuat harapan, kenapa aku harus membuat harapan lagi?” tanyanya pura-pura kesal.
Taeyeon mengerlingkan matanya nakal, ia tidak peduli Leeteuk akan marah atau tidak padanya yang terpenting sekarang adalah namja itu harus menuliskan harapannya.
“Cepat tulis,” desak Taeyeon.
Leeteuk menaruh kue diatas meja yang ia siapkan lalu mengambil sebuah batu tajam untuk menulis di batang pohon itu. Taeyeon memperhatikan tulisan Leeteuk yang terpahat dengan rapi disana sambil sesekali mencondongkan tubuhnya karena Leeteuk terus saja menutupi tulisannya.
“Kau seperti mengerjakan ujian saja,” sindir Taeyeon setelah berhenti mencondongkan badannya. Leeteuk terkekeh kecil lalu menurunkan tangannya dan memandang tulisannya bangga. Taeyeon menggeser posisinya dan tercengang melihat tulisan Leeteuk.
“Selamanya buat Kim Taeyeon ini mencintaiku dan berharap akan menikah denganku”
“Siapa bilang aku mau menikah denganmu,” ucap Taeyeon sambil berbalik dan berjalan menghentakkan kakinya menjauhi Leeteuk. Wajahnya memerah, jantungnya berdetak kencang dan ia tidak ingin Leeteuk melihatnya seperti itu.
Leeteuk menatap Taeyeon bingung kemudian menyusul langkah yeoja itu. “waeyo? setiap yeoja ingin menikah denganku,” tanya Leeteuk yang sudah mensejajarkan langkahnya dengan Taeyeon. yeoha itu mendelik. “Semua yeoja kecuali aku,” ucapnya tegas sambil berjalan cepat meninggalkan Leeteuk.
“Sampai kapan aku harus mengingat dirimu seperti ini Taeyeon­-a?” gumam namja itu sebelum jatuh terduduk dan menyandarkan kepalanya di pohon oak tersebut. Matanya menerawang menatap langit lalu ia teringat kembali dengan kotak yang tadi diberikan Bibi Jung padanya. Ia beranjak lalu mengambil kotak tersebut didalam mobilnya.
Namja itu tersenyum, dipandanginya seluruh isi kotak tersebut.
Ia meraih selembar foto dan memandanginya dengan seksama. Sebuah foto dirinya bersama Taeyeon saat mereka melakukan piknik untuk kesekian kali di bukit ini.
“Oppa, buka mulutmu,” ucap Taeyeon sambil menyodorkan sebuah kue beras kepada Leeteuk. Pemuda itu mendongak lalu membuka mulutnya sesuai perintah Taeyeon lalu mengunyah cepat kue beras itu. “Uhm enhak shekhalhi,” ucap Leeteuk dengan mulut penuh.
Taeyeon menjitak kepala Leeteuk, “Telan dulu makanan dimulutmu baru berbicara,” umpat Taeyeon kesal melihat tingkah kekanak-kanakkan Leeteuk.
Pemuda itu merintih kesakitan sambil mengelus kepalanya yang sakit. “Kau ini tidak sopan sekali padaku,” Leeteuk mendelik sambil mengambil kue beras lain dan memasukkannya lagi kedalam mulutnya. Taeyeon tidak menimpali ucapan Leeteuk barusan. Ia sibuk menikmati pemandangan dihadapannya.
“Kenapa pemandangan disini selalu indah?” tanya Taeyeon pada dirinya sendiri.
“Itu karena kau melihatnya saat bersamaku,” timpal Leeteuk percaya diri membuat Taeyeon memalingkan wajahnya dan menyipitkan matanya. “Berhenti meningkatkan rasa percaya dirimu Park Jungso,” ucap Taeyeon sebal lalu memalingkan wajahnya lagi.
“Daripada kau terus menatap langit lebih baik kita berfoto,” usul Leeteuk. Usahanya membuat Taeyeon tersenyum lagi berhasil, yeoja itu segera mendekatkan tubuhnya dan berpose dihadapan kamera yang menyoroti mereka berdua. Sebuah kecupan kilat mendarat dipipi Taeyeon saat Leeteuk menjepret kameranya.
Taeyeon menatap Leeteuk yang sukses membuat wajahnya bersemu memerah. Leeteuk tersenyum lalu mengecup kening Taeyeon membuat yeoja itu lagi-lagi tercengang. Mereka masih bertahan –dengan posisi Leeteuk mengecup kening Taeyeon— selama beberapa saat, membuat keduanya tidak bisa mengelak perasaan yang merambati hati masing-masing.
“Bagaimana aku bisa melupakanmu sedangkan sepanjang hidupku selalu dipenuhi olehmu?” gumamnya dengan suara bergetar menahan tangisnya pecah lagi. Taeyeon meracuni otaknya, Taeyeon memberikan candu yang kuat dalam tubuhnya.
Namja itu mengambil selembar kertas berwarna merah jambu lalu membukanya perlahan. Dibacanya tulisan tangan Taeyeon kalimat per kalimat dikertas itu. Airmatanya mulai menggenang lagi di matanya. Sekuat tenaga ia menahannya agar tidak membasahi kertas itu.
Leeteuk oppa kesayanganku,
Jangan menangis lagi, ingat pesanku ini. Jangan menangis lagi hanya untuk seorang Kim Taeyeon yang meninggalkanmu sendirian tanpa bisa menepati janjinya.
Kau boleh membenciku seumur hidupmu tapi, jika kita bertemu suatu saat nanti kumohon jangan benci aku lagi. Aku juga sebenarnya tidak bisa hidup jauh darimu hehehe ^^
Maaf kalau aku tidak pernah mengatakan cinta padamu secara terang-terangan dan maaf juga aku tidak pernah memangilmu oppaseperti permintaanmu waktu itu. Aku malu oppa, kau tahu itu kan? Tapi kenapa kau selalu memaksaku untuk mengatakannya? Dasar namja menyebalkan, entah kenapa aku bisa jatuh cinta padamu sampai segila ini.
Hmm. Aku pesankan lagi, jangan menangisi aku.
Makanlah yang teratur.
Tidurlah yang cukup.
Dan belajarlah menyanyi yang rajin. Aku akan selalu melihatmu dari tempatku dan meminta Tuhan untuk selalu membuatmu bahagia.
Berjanjilah, kau akan bahagia selama ditinggal olehku. Arra?
Carilah penggantiku agar kau tidak merasa kesepian tapi kuperingatkan, jangan mencari yeoja yang lebih cantik dariku karena aku bisa saja membunuhmu untuk kedua kalinya saat kita bertemu nanti. Mengerti?
oppa, mungkin ini terlalu telat untuk kusampaikan. Aku mencintaimu, benar-benar mencintaimu sampai aku tidak tahu apa yang aku harus katakan lagi selain kata cinta itu sendiri. Aku tahu kau juga mencintaiku dan itulah yang menjadi kekuatanku selama aku sakit.
Kumohon, berhentilah menangis. Itu bukan dirimu sama sekali.
Aku selalu mencintaimu.
Kim Taeyeon lugumu.
Namja itu mengerang. Diletakkannya kembali kertas merah muda itu lalu menutup kotaknya. Terlalu sakit kalau ia harus mengenang semua barang-barang didalamnya. Ia menarik kaki panjangnya dan menenggelamkan wajahnya disana. Sikapnya seperti anak kecil yang sedang menangis sehabis dikerjai oleh temannya.
“oppa kenapa menangis?” suara kecil Taeyeon mengejutkan Leeteuk kecil yang sedang bersandar di pohon dan memeluk kakinya erat. Ia makin menenggelamkan wajahnya agar Taeyeon tidak melihat airmatanya.
“Kenapa menangis? Siapa yang mengganggumu?” tanya Taeyeon lagi semakin penasaran. Dipaksanya kepala Leeteuk untuk terangkat namun usahanya gagal.
Taeyeon mendesah ringan. Dilihatnya sekeliling taman untuk mencari siapa yang berani mengganggu temannya itu. Taeyeon melirik sekilas ke sekawanan bocah laki-laki yang sedang memainkan mainan Leeteuk yang dikenalinya. yeoja kecil itu mengacak pinggangnya lalu memasang wajah marah sebisanya dan berjalan menghampiri mereka.
“Hey kalian!” bentaknya membuat sekawanan anak-anak itu–termasuk Leeteuk menoleh kearahnya.
“Cepat kembalikan mainanku yang kalian rebut dari Leeteuk oppa!” bentaknya lagi walau ia merasa takut melawan sendirian melawah bocah laki-laki yang badannya lebih besar darinya. Mendengar bentakkan yeoja itu, seorang yang berbadan lebih kecil dibanding yang lainnya mendekati Taeyeon.
“Sejak kapan kau bermain mobil-mobilan?” tanyanya polos.
Taeyeon menatap ragu bocah dihadapannya. “Sejak.. Sejak…,” ia memutar bola matanya mencari alasan lalu ekor matanya melihat Leeteuk yang sudah berdiri menatapnya dari kejauhan.
“Sejak aku berteman baik dengan Leeteuk,” jawabnya kemudian dengan yakin. Bocah dihadapannya itu menatap Taeyeon tidak percaya, menurutnya tidak ada seorangpun anak perempuan bermain mobil-mobilan.
“Kami tidak akan mengembalikannya,” timpal seorang lagi dari belakang bocah itu. Taeyeon semakin marah dibuatnya. “Kembalikan atau aku akan menangis memanggil ibuku supaya kalian dihukum olehnya!” ancam Taeyeon.
Mereka semua saling berpandangan lalu memutuskan untuk mengembalikan mainan itu kepada Taeyeon lalu pergi meninggalkan taman. Taeyeon  tersenyum girang lalu menghampiri Leeteuk yang menatapnya polos.
“Lihat ‘kan, aku tidak selugu yang kau katakan selama ini,” katanya memamerkan sikapnya tadi kepada Leeteuk, membuat bocah itu menyunggingkan senyumnya walau sedikit.
Kepala Leeteuk terangkat. Warna kejinggaan langit sore mulai terlihat menandakan hampir seharian ia berada ditempat ini. Airmatanya tak lagi keluar. Ia mengambil kotak disampingnya lalu beranjak dari duduknya menuju mobilnya untuk pulang kerumahnya.
Ia membuka pintu mobilnya dan menatap kembali pohon oak penuh kenangan itu. Bayangan Taeyeon masih terasa jelas berada disana sedang melambai kepadanya sambil tersenyum cerah. Gaun putihnya melambai mengikuti tiupan angin.
Namja itu tersenyum kemudian masuk kedalam mobilnya. Kenangan itu tidak akan berakhir, sekeras apapun ia mencoba bayangan Taeyeon dan keluguannya tidak akan pernah terlupakan. Ia menjalankan mobilnya, meninggalkan pohon oak dan Taeyeon yang tengah memandangi kepergiannya saat ini.
                                                                           The End



Tidak ada komentar:

Posting Komentar